Lampung Timur

Demi UGR Bendungan Margatiga, Lahan Desa Sidomukti Diduga Dialihkan Kepemilikan

71
×

Demi UGR Bendungan Margatiga, Lahan Desa Sidomukti Diduga Dialihkan Kepemilikan

Sebarkan artikel ini

Tintainformasi.com, Lampung Timur — Proyek strategis nasional (PSN) pembangunan Bendungan Margatiga di Lampung Timur yang telah diresmikan Presiden Jokowi bulan Agustus 2024 atau beberapa pekan sebelum lengser, menyisakan berbagai persoalan terindikasi korupsi dalam urusan uang ganti rugi alias UGR.

Bahkan saat ini, salah satu persoalannya, tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang. Beberapa lainnya –begitu info yang berkembang di masyarakat yang wilayahnya terdampak pembangunan bendungan- masih dalam “penanganan” aparat penegak hukum (APH). Diantara persoalan itu disebut-sebut menyangkut nama oknum dosen FH Unila berinisial DPP yang dilaporkan ke Polres Lampung Timur akibat aksinya memunguti fee 15% dari UGR yang diterima warga dengan mengaku-aku sebagai advokat.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Kali ini, giliran permainan UGR Bendungan Margatiga di Desa Sidomukti, Kecamatan Sekampung, yang ditelisik. Mengapa? Karena meski dipermukaan tampak “adem ayem”, sesungguhnya diduga kuat telah terjadi praktik berkategori “gila-gilaan” di desa tersebut. Ironisnya, “para pemain” adalah pamong desa setempat. Yang berhasil menangguk uang negara miliaran rupiah. Dan bisa membangun rumah “megreng-megreng” di tengah warganya yang kesulitan.

Bagaimana modus pamong Desa Sidomukti “mengadali” UGR Bendungan Margatiga? Beberapa tokoh masyarakat setempat yang ditemui Rabu (15/1/2025) siang, menuturkan, setidaknya ada kurang lebih 20 hektar tanah Desa Sidomukti yang dibuatkan dokumen kepemilikan atas nama pribadi menjelang terkena dampak PSN Bendungan Margatiga, Lampung Timur.

Dijelaskan, ada dua lokasi lahan milik Desa Sidomukti yang selama ini digarap oleh perangkat desa sebagai lahan bengkok atau lahan desa yang diduga telah dialihkan kepemilikannya demi meraup UGR Bendungan Margatiga.

Lokasi pertama adalah lahan rawa Sadeng yang luasnya lebih kurang 10 hektar. Lahan 10 hektar ini, begitu diketahui berada di area terdampak proyek bendungan, langsung diubah statusnya. Diatasnamakan milik Kepala Desa dan Sekretaris Desa Sidomukti serta beberapa warga yang memiliki kedekatan dengan pimpinan desanya.

“Iya, nama beberapa warga dipakai untuk membuat dokumen kepemilikan atas tanah desa itu, mas. Setelah UGR cair, mereka dikasih uang sama kades. Ada yang Rp 10.000.000, ada yang Rp 20.000.000. Nggak sama nilainya, tapi tetap dikasih,” ucap beberapa warga.

Sementara lokasi yang kedua berada di lokasi makam keramat Suttan Dumas. Luasnya hampir 10 hektar juga. Seperti modus yang pertama, lahan ini juga direkayasa seolah-olah milik Kepala Desa dan perangkat Desa Sidomukti. Dan, salah satunya direkayasa seolah-olah milik Sismarwanti, istri sekretaris desa.

Bagaimana yang sebenarnya? “Mereka itu nggak punya lahan pribadi, mas. Semua lahan yang diakui milik pribadi itu hasil rekayasa. Yang sebenarnya, lahan itu ya milik desa, bukan punya pribadi,” tutur warga itu.

Benarkah ada permainan mengalihkan hak kepemilikan dari milik Desa Sidomukti menjadi kepunyaan pribadi? Hadi Prayitno, Sekretaris Desa Sidomukti, membantah keterangan beberapa warga desa yang membuka persoalan tersebut.

Melalui WhatsApp, Kamis (16/1/2025) kemarin, Hadi Prayitno mengaku, tanah atas nama dirinya itu memang tanah milik pribadi, bukan tanah Desa Sidomukti.

“Yang atas nama saya itu tanah pribadi, pak. Yang tanah desa itu atas nama Kepala Desa, Siswanto. Untuk lebih jelasnya, silahkan hubungi pak Siswanto saja,” kata Hadi Prayitno.

Ketika ditanya lebih lanjut terkait keterangan warga, bahwa ada lahan desa yang diatasnamakan istrinya, Hadi Prayitno juga membantah. Kembali ia menegaskan, kalau tanah atas namanya dan istri, benar-benar lahan milik mereka sendiri, bukan tanah desa.

“Tanah atas nama saya dan istri itu asli milik pribadi, pak. Itu di luar areal tanah adat atau tanah desa yang dimaksud. Kalau tanah desa itu satu blok, semua diatasnamakan pak Kades Siswanto, luasnya saya tidak paham. Silahkan temui pak Kades Siswanto aja, biar jelas,” beber Hadi Prayitno.

Mengenai lahan rawa Sadeng yang menurut keterangan tokoh masyarakat bahwa itu adalah lahan Desa Sidomukti, Hadi Prayitno, menjelaskan, lahan rawa Sadeng sudah dimiliki secara pribadi sejak tahun 1993.

“Waktu itu kepala desanya Almarhum pak Suripto,” ujar Hadi Prayitno.

Benarkah pengakuan Sekretaris Desa Sidomukti tersebut? Beberapa tokoh masyarakat yang kembali dikonfirmasi Jum’at (17/1/2025) petang, hanya tertawa.

“Begini saja, mas. Tolong sampaikan ke aparat Kejaksaan Negeri Lampung Timur, coba adakan penyelidikan atas persoalan lahan desa yang diubah menjadi milik pribadi itu. Karena miliaran rupiah uang negara masuk kantong pribadi dari praktik manipulasi data tersebut,” kata seorang tokoh masyarakat Sidomukti, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur.

Sayangnya, Kepala Desa Sidomukti, Siswanto, belum berhasil dimintai konfirmasi mengenai tudingan warganya tersebut. Namun, seorang petinggi di Kejari Lampung Timur, Sabtu (18/1/2025) pagi, mengakui bahwa persoalan alih kepemilikan lahan Desa Sidomukti itu telah menjadi salah satu “kajian intelijen” pihaknya. (Team.red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content protected !!