Lampung

Rakor dengan Pj Gubernur & Jajaran: Kajati Paparkan Posko Monitoring Ketahanan Pangan

11

Tintainformasi.com, Lampung — Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Dr. Kuntadi, SH, MH, memaparkan pentingnya keberadaan Posko Monitoring Ketahanan Pangan. Hal itu ia sampaikan dalam Rakor Pengawasan dan Ketahanan Pangan di Provinsi Lampung Tahun 2025 yang berlangsung di Ruang Rapat Utama Lt II Kantor Gubernur Lampung, Kamis (23/1/2025) pagi.

Posko Monitoring Ketahanan Pangan yang dipaparkan Kajati Kuntadi merupakan sebuah terobosan strategis yang difokuskan untuk mengawasi dan mengendalikan pangan guna mengantisipasi potensi gejolak harga dan kelangkaan bahan pokok.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Pada rapat koordinasi yang dipimpin Pj Gubernur, Samsudin, diikuti Pj Sekdaprov, Fredy SM, Forkopimda, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdaprov, Mulyadi Irsan, Kepala Bappeda Elvira Umihanni, Plt Kepala Badan Litbangda, Dany Wahyudi, dan jajaran kepala OPD terkait, pun Kepala Kantor Perwakilan BI Lampung, itu Kajati Kuntadi memaparkan tujuan pembentukan Posko Monitoring Ketahanan Pangan, diantaranya memonitor isu ketahanan pangan dan fluktuasi harga komoditas, menganalisis dan menindaklanjuti gejolak yang disebabkan oleh faktor alami maupun rekayasa mekanisme pasar.

“Keberadaan Posko Monitoring Ketahanan Pangan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga bahan pokok, melindungi petani dari praktik monopoli dan tengkulak, dan mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 dalam mewujudkan kedaulatan pangan,” kata Kajati Kuntadi seraya menambahkan, diperlukan sinergi, kolaborasi, dan komitmen berbagai pemangku kepentingan untuk pelaksanaan pengawasan dan ketahanan pangan di Provinsi Lampung.

Kajati Lampung juga mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi gejolak ketahanan pangan, yaitu menyusutnya lahan pertanian dan perkebunan. Dimana di Provinsi Lampung pada tahun 2023 lahan pertanian memiliki luasan 361.698,92 hektar, namun pada 2024 berada pada 337.283,83 hektar, atau terjadi penyusutan 24.415,09 hektar.

Sedangkan lahan perkebunan yang pada tahun 2023 seluas 839.900 hektar, di 2024 tinggal 837.600 hektar saja, mengalami penyusutan 2.300 hektar.

Faktor yang mempengaruhi gejolak ketahanan pangan lainnya, menurut Kajati Kuntadi, adalah generasi penerus yang enggan untuk menjadi petani, juga persoalan distribusi dikarenakan infrastruktur yang belum memadai, sehingga menimbulkan biaya operasional tinggi.

Dikatakan, suplai pupuk subsidi yang tidak mencukupi, juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gejolak ketahanan pangan.

Mengutip data dari Dinas Pertanian Provinsi Lampung, Kajati menguraikan, selama tahun 2023 kebutuhan pupuk urea sebanyak 361,133 ton, yang teralokasi 304,078 ton atau hanya 84,20%. Sedangkan pada 2024 dari kebutuhan pupuk urea 387,240 ton, teralokasi 349,531 ton atau 90,26%.

Sementara pupuk NPK di tahun 2023 dengan kebutuhan 649,987 ton, hanya teralokasi 222,474 ton saja atau 34,23%, dan pada 2024 dari kebutuhan 631,883 ton, yang teralokasi 396,891 ton atau 62,81%.

Pada paparannya, Kajati Lampung, Kuntadi, juga menyatakan adanya faktor lain yang mempengaruhi gejolak ketahanan pangan, yakni para petani yang tidak memiliki modal usaha, yang hal ini menjadi celah bagi para tengkulak untuk memanfaatkan kelemahan para petani dengan menerapkan praktik ijon. Juga adanya kelompk yang melakukan permainan harga beli di tingkat petani.

Kajati Kuntadi menegaskan, tindakan spekulan atau pedagang besar yang mengambil keuntungan melalui rekayasa harga pasar bahan pangan merupakan tindak pidana ekonomi.

Terkait dengan gagasannya ini, Kajati Kuntadi telah memiliki pola dengan melahirkan 18 Posko Monitoring Ketahanan Pangan di Provinsi Lampung, yaitu 1 posko di Kejaksaan Tinggi Lampung, 13 posko di Kejaksaan Negeri se-Lampung, dan 3 posko di Cabang Kejaksaan Negeri se-Lampung. (Team.Tinta.informasi)

Exit mobile version