Bandar Lampung

Tangisan Warga Kampung Sinarmaju: “Kami Tidak Minta Banyak, Hanya Ingin Bertahan Hidup”

44

Tintainformasi.com, Bandar Lampung, 15 Januari 2025 — Di Kampung Sinarmaju, atau yang sering disebut Kampung Vietnam, ratusan keluarga tengah menghadapi ancaman terbesar dalam hidup mereka. Tanah yang telah menjadi tempat tinggal dan penghidupan selama tiga generasi kini diambil alih oleh PT Bumi Persada Langgeng. Bagi warga, tanah ini adalah warisan hidup yang tidak bisa diukur dengan sertifikat ataupun batas legalitas.(23/01/2025)

“Kami Dilahirkan dan Dibesarkan di Sini”
Mahrup (50), salah satu warga yang telah tinggal di Kampung Sinarmaju sejak lahir, menceritakan perjalanan panjang kampungnya. “Dulu, ini perkebunan karet milik Belanda. Ketika ditinggalkan, kami mulai tinggal di sini sejak 1996. Kami tidak pernah menyangka bahwa suatu hari tanah ini akan dirampas,” tuturnya dengan suara lirih.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Konflik mulai memanas ketika perusahaan memasang plang larangan memasuki area tanpa izin. Minggu lalu, warga dikejutkan dengan eksekusi putusan pengadilan. Dalam putusan itu, lahan seluas 87.005 meter persegi harus dikosongkan. Mahrup mengaku bingung. “Tanah ini adalah hidup kami. Kami tidak tahu harus ke mana,” katanya.

Kehilangan Segalanya
Mayoritas warga Kampung Sinarmaju adalah petani kecil, buruh bangunan, dan pengumpul barang bekas. Kehilangan tanah berarti kehilangan tempat tinggal sekaligus mata pencaharian. Agus (54), salah satu warga yang juga menjadi tergugat, menegaskan bahwa mereka tinggal di sana jauh sebelum sertifikat hak guna bangunan (HGB) PT Bumi Persada Langgeng diterbitkan pada 2010.

“Kami bukan perampas tanah. Kami tinggal di sini sebelum perusahaan itu ada. Kami hanya ingin bertahan hidup,” ujar Agus.

Agus juga menambahkan bahwa perjuangan mereka bukan soal uang, tetapi hak untuk tetap memiliki tempat tinggal. “Kami tidak meminta banyak. Kami hanya ingin keadilan,” katanya.

Sejarah yang Dilupakan
Sertifikat HGB yang menjadi dasar eksekusi berasal dari pelepasan hak oleh Yayasan Bhakti IMI Lampung kepada PT Bumi Persada Langgeng pada 2008. Namun, warga merasa bahwa keberadaan mereka yang lebih dulu menempati tanah itu seharusnya menjadi bahan pertimbangan.

“Pemerintah sering bicara soal tanah untuk rakyat, tapi kenapa kami yang rakyat kecil justru yang pertama disingkirkan?” tanya Mahrup.

Harapan Terakhir kepada Pemerintah
Kini, ratusan keluarga di Kampung Sinarmaju hanya bisa berharap pemerintah berpihak pada mereka. Mereka menginginkan solusi yang adil, bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk generasi mendatang.

“Kalau kami diusir, anak-anak kami akan tinggal di mana? Bagaimana mereka akan hidup? Kami ingin pemerintah mendengar suara kami,” ujar Agus dengan penuh harap.

Kisah warga Kampung Sinarmaju adalah potret dari banyak konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Ini bukan sekadar soal tanah, tetapi soal keadilan sosial, kesejahteraan, dan masa depan rakyat kecil.

Tanggung Jawab Kita Semua
Konflik seperti ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami bahwa tanah bukan hanya sebidang properti. Ia adalah rumah, kehidupan, dan sejarah bagi banyak orang. Di tengah ketidakpastian, perjuangan warga Kampung Sinarmaju adalah suara yang memanggil nurani kita semua.

Apakah pemerintah akan turun tangan dan membawa solusi? Ataukah rakyat kecil kembali kalah di tengah kekuatan hukum dan kekuasaan? Warga Kampung Sinarmaju menanti, berharap bahwa keadilan masih ada untuk mereka yang lemah.

(Tri)

Exit mobile version