Bandar Lampung

Juniardi Ingatkan Polresta Bandar Lampung Soal MOU Kepolisian dan Dewan Pers

35

Tintainformasi.com, Bandar Lampung —

Dewan Pakar Jaringan Media Siber Indinesia (JMSI) Provinsi Lampung Juniardi SIP SH MH, mengingatkan Polresta Bandar Lampung untuk memahami MOU Polri dengan Dewan Pers, terkait penanganan sengketa pemberitaan.

Juniardi mengatakan Penyidik kepolisian tidak boleh melakukan proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap wartawan terkait karya jurnalistik yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Dewan Pers terkait penanganan masalah sengketa pers.

“Karya jurnalistik beserta dengan narasumber berita, adalah bagian tak terpisahkan. Karena itulah, keduanya tak bisa dikriminalisasi. Baik berita karya jurnalistik dan narasumbernya pun tak boleh dikriminalisasi,” kata Juniardi.

Pernyataan mantan Wartawan Lampungpost, Kelompok Media Indonesia itu merespon perkara Laporan Pejabat Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, yang melaporkan media tintainformasi.com dengan sangkaan UU ITE atau kasus pencemaran nama baik.

“Kita sudah ada MoU dengan Kapolri, Kejagung, dan Panglima TNI terkait dengan pengaduan karya jurnalistik. Jadi, kalau ada pengaduan wartawan ke polisi, maka akan dikonsultasikan dulu ke Dewan Pers. Jangan sampai kasus ini justru menambah daftar panjang, buruk indek kemerdekaan pers di Lampung,” ujarnya.

Juniardi juga mengingatkan agar MOU antara Kapolri dan Dewan Pers dalam penanganan sengketa pers harus disosialisasikan dan dipahami oleh pihak terkait, terutama penyidik kepolisian agar memiliki pemahaman yang sama terhadap fungsi dan peran wartawan dalam menjalankan tugasnya.

“Tidak ada proses BAP, termasuk menanyakan nama, alamat serta informasi pribadi, dipanggil datang, tetapi sebatasnya menyerahkan karya jurnalistik yang ditulis. Jika dipanggil di pengadilan sebagai saksi itupun juga dapat menolaknya, saksi tidak dapat dipanggil paksa oleh Pengadilan,” Kata Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung ini.

Alumni Magister Hukum Unila ini juga meminta polisi dan aparat penegak hukum lainnya tidak perlu memanggil wartawan atau redaktur untuk dimintai keterangan terkait masalah hukum menyangkut kalangan pers atau soal pemberitaan.

“Dalam standar perlindungan wartawan yang diratifikasi Dewan Pers, pihak yang bertanggung jawab dalam perkara terkait karya jurnalistik adalah penanggung jawab media,” kata Juniardi.

Pemred sinarindonesia.id dan sinarlampung.co menjelaskan penanggung jawab media yang dimaksud, antara lain pimpinan umum, pimpinan redaksi, atau pimpinan perusahaan. “Jadi, polisi atau pengadilan jangan memanggil wartawan atau redaktur bila ada masalah hukum menyangkut kalangan pers. Polisi bisa memanggil pimpinan umum, pimpinan redaksi, atau pimpinan perusahaan,” katanya.

Bahkan, katanya, keterangan yang diminta juga cukup dengan keterangan yang berkaitan dengan isi pemberitaan dan bukan menjawab persoalan lain di luar materi pemberitaan.

Di Amerika, ujar Juniardi, ada konvensi bahwa polisi bisa memanggil wartawan, tapi polisi harus bisa membuktikan bahwa keterangan wartawan merupakan satu-satunya cara untuk mengungkap suatu skandal. “Itu konvensi di Amerika, tapi standar perlindungan wartawan yang diratifikasi menetapkan penanggung jawab media sebagai pihak yang harus bertanggung jawab,” katanya.

Dalam ratifikasi itu, lanjut Juniardi negara juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada wartawan yang menjadi korban kekerasan. “Selama ini, negara cenderung melakukan pembiaran terhadap kekerasan yang menimpa wartawan, seperti kasus wartawan Bernas Udin yang tidak tuntas hingga 14 tahun berlalu. Jadi, negara masih gagal memberi keadilan kepada wartawan,” katanya.

Ada empat ratifikasi Dewan Pers yakni standar perusahaan pers, standar kompetensi wartawan, kode etik jurnalistik, dan standar perlindungan profesi wartawan. Standar perusahaan pers mewajibkan upah wartawan minimal setara upah minimum provinsi (UMP) dan minimal diberikan 13 kali dalam setahun. Upah ke-13 itu seperti THR.

Selain itu, perusahaan pers juga memberikan perlindungan hukum kepada wartawan yang menjalankan tugas di lapangan serta memberikan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan profesionalisme.

“Pelatihan itu penting, misalnya wartawan yang ditugaskan di wilayah konflik harus dilatih dengan jurnalisme damai. Pelatihan dasar juga wajib diberikan untuk menentukan standar kompetensi wartawan,” Katanya. (Red)

error: Content protected !!
Exit mobile version