Tintainformasi.com, Lampung Utara – Minimnya keterlibatan Perum Bulog Lampung dan Lampung Utara dalam penyerapan gabah petani memicu sorotan tajam dari Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (Akar) Provinsi Lampung. Hal itu disampaikan Ketua Akar, Indra Musta’in, saat melakukan kunjungan panen di wilayah Way Abung, Lampung Utara, Minggu, 20 April 2025.
Indra menilai Bulog setempat nyaris tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ia menyebut, aktivitas pengumpulan gabah di tingkat petani saat ini didominasi oleh para tengkulak. Harga gabah yang diterima petani pun anjlok, hanya di kisaran Rp5.200 hingga Rp5.300 per kilogram, jauh dari harga acuan yang telah ditetapkan pemerintah.
Padahal baru pekan kemaren, Gubernur Lampung meminta pihak Bulog disemua Kabupaten Kota di Provinsi Lampung untuk aktif, dengan ketentuan Harga padi basah yang dibeli dengan Petani dengan harga yang telah dipatok sebesar Rp 6.500 per Kg nya langkah ini sebagai upaya menekan ketidakseimbangan harga dan pemerataan pembelian gabah dari petani di Lampung dalam mewujudkan kesejahteraan Petani.
Namun,”Indikasinya ada permainan mata antara oknum Bulog dengan tengkulak. Bulog hampir minim turun ke lapangan. Kalau Bulog benar-benar menyerap dengan harga sesuai ketentuan, mereka mungkin tidak dapat bagian (untung) di ujung,” ujar Indra.
Ia menilai, sikap pembiaran ini membuka ruang bagi tengkulak untuk menguasai gabah petani, yang kemudian juga masuk ke gudang Bulog lewat jalur kelompok.
Makmun, salah satu petani di Way Abung, mengungkapkan keterpaksaannya menjual gabah di harga rendah. “Ya mau bagaimana lagi, Mas. Kalau kami minta harga Rp6.500, teman-teman tengkulak tidak mau ambil gabah kami. Padahal kami masih punya hutang pupuk dan biaya tanam yang harus diselesaikan. Mau tidak mau, kami terpaksa jual di harga Rp5.300,” ujarnya.
Menurut Indra, jika harga gabah ditekan di bawah Rp5.300 per kilogram, keuntungan yang diperoleh tengkulak bisa mencapai Rp1.200 per kilogram. “Kalau satu petani minimal panen dua ton, dikalikan ribuan petani, bisa dibayangkan berapa besar keuntungan yang mereka raup dari praktik ini,” tegasnya.
Indra Musta’in menegaskan, pihaknya akan melakukan advokasi untuk mendorong Bulog lebih aktif dan transparan. “Dalam waktu dekat, kami akan bertandang ke kantor pusat Bulog di Jakarta untuk meminta keterbukaan terkait kondisi di Lampung,” ujarnya.
Selain itu, ia menyatakan akan segera meminta audiensi dengan Gubernur Lampung, Mirzani Djausal, guna memperkuat manajerial pertanian di daerah. Menurutnya, keberadaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Pertanian di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota seharusnya bisa menjadi instrumen pengawasan yang efektif, bukan sekadar penonton.
“Pemerintah memiliki perangkat dinas pertanian. Namun faktanya, saat ini mereka hanya menonton dan menutup mata,” katanya.
Indra berharap ke depan pemerintah daerah dan Bulog segera mengambil langkah konkret agar harga gabah di Lampung kembali sesuai ketetapan Menteri Pertanian dan Gubernur Lampung, sehingga kesejahteraan petani bisa lebih terjamin. (Red)