TINTAINFORMASI.COM, LAMPUNG TENGAH – Banyaknya nominal angka yang tidak jelas membuat Pemerhati Pendidikan Andika Leo Saputra berniat melaporkan oknum SMKN 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah ke pihak penegak hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Hal tersebut berdasarkan beberapa data yang di milikinya. Bahwa dirinya melihat angka-angka yang di nilai ganjil di pelaporan rekapitulasi penggunaan dana BOS SMKN 1 Terbanggi Besar pada tahun 2022 sebesar Rp 1.171.170.000.
Andika mengatakan, ada beberapa item yang bahkan nilainya sangat besar, seperti pada realisasi dana pemeliharaan sarana prasarana sekolah. Perlu di informasikan bahwa tim sudah cek sendiri dan itu tidak ada perawatan di SMKN 1 Terbanggi Besar.
Kalau di total untuk pemeliharaan sarpras itu mencapai Rp 296.808.000 dengan rincian: Tahap 1 Rp. 61.030.000, Tahap 2 Rp. 124.806.000 dan Tahap 3 Rp. 110.978.000.
“Anggaran ini di pergunakan untuk perawatan ringan seperti perbaikan keramik pecah, cat ruang kelas dan itu ada aturannya 30 persen dari nilai kerusakan sesuai juknis yang ada jadi masa di hampir tiap bulan ada perawatan,” katanya, Minggu (25/06/2022).
Tidak hanya itu saja, bahkan pihaknya menyoal realisasi dana pembayaran honor Rp 465.620.000, dengan rincian: Tahap 1 Rp. 169.560.000, Tahap 2 Rp. 180.060.000 dan Tahap 3 Rp. 116.000.000, disinyalir tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sekitar Rp 192 juta.
Berdasarkan pada aturan jam minimal dan maksimal seorang guru yang telah diatur dalam undang undang tentang Guru dan Dosen disebutkan, bahwa Beban kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalam 1 minggu.
Tarif honor per jam pelajaran dikalikan jumlah jam pelajaran yang menjadi beban guru selama seminggu. Penghitungan selama seminggu itulah yang ditetapkan sebagai honor per bulan. Misalnya, tarif honor per jam pelajaran Rp 50 ribu dan seorang guru mengajar 24 jam pelajaran seminggu, maka honornya sebulan Rp 1,2 juta.
“Berdasarkan data SMKN 1 Terbanggi Besar, jumlah guru dan tenaga pendidikan diketahui sebanyak 52 orang dengan rincian: 31 guru PNS, 2 Guru tidak tetap (GTT/GTY) dan 19 guru honorer. Sehingga pembayaran honor di SMKN 1 Terbanggi Besar tahun 2022 seharusnya hanya menghabiskan dana sekitar Rp 273.600.000,” bebernya.
Kemudian realisasi anggaran untuk Pengembangan Perpustakaan pada tahap II sebesar Rp 47.500.000. “Laporan anggaran itu untuk beli buku apa saja coba tunjukan, karena untuk buku dari KTSP ke K13 ini sudah berlangsung lama dari tahun 2017. Jadi kalau pun ada nilainya tidak mungkin sebesar itu,” katanya.
Lalu untuk realisasi disejumlah komponen yang juga sangat ketara dimark-up dan korupsi diantaranya: Administrasi kegiatan sekolah tahap 1 Rp. 49.327.000, tahap 2 Rp. 24.602.000 dan tahap 3 Rp. 18.910.000, dan Penerimaan Peserta Didik baru tahap 2 Rp. 35.000.000.
Bahkan pihaknya menduga ada main mata antara oknum kepala sekolah dengan bendahara SMKN 1 Terbanggi Besar pada pengelolaan dana BOS selama ini.
“Untuk itu saya akan membongkar permainan sekolah sampai ke akar-akarnya. Laporan ini sifatnya resmi dan di tujukan ke pihak hukum,” tegasnya.
Uang Komite SMKN 1 Tebas Tergolong Pungli ?
Pemerhati Pendidikan Lampung menegaskan bahwa pungutan berlabel uang komite di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah bisa masuk dalam kategori pungutan liar (pungli).
Menurut Andika Leo Saputra, pungutan tersebut dapat dikategorikan pungli disebabkan bertentangan dengan Permendikbud Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah pasal 10 ayat (1), (2) dan (3).
“Selama ini yang terjadi adalah pungutan, sebab membatasi waktu pembayaran dan menentukan nominal yang harus dibayar Itu tidak boleh. Yang dibolehkan itu bantuan atau sumbangan sukarela,” kata Andika Leo Saputra saat dihubungi, Minggu, 5 Maret 2023.
Andika menjelaskan, hal ini menanggapi pungutan yang terjadi di SMKN 1 Terbanggi Besar, sebagai mana informasi tim investigasi dilapangan, menyampaikan adanya pungutan uang komite pada 693 peserta didik SMKN 1 Terbanggi Besar untuk kelas 10 Rp 3,5 juta/siswa, kelas 11 Rp 3,7 juta/siswa dan kelas 12 Rp 3,7 juta /siswa.
“Jika informasi yang disampaikan tentang pungutan di SMKN 1 Terbanggi Besar betul adanya, maka pungutan seperti itu bisa dikategorikan pungli dan itu berbahaya sebenarnya, bisa masuk ranah pidana,” ketusnya.
Mengenai fenomena pungutan berkedok uang komite sekolah, Andika mengaku bingung dengan cara pandang SMKN 1 Terbanggi Besar dalam memaknai dan memahami Permendikbud No. 75 Tahun 2016.
Padahal, dalam peraturan tersebut sangat gamblang mengatur tentang larangan pungutan. “Pungutan uang komite sekolah adalah pungli yang bisa mengarah pada pidana. Pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya dikatakan pungli,” katanya.
Mengenai uang komite yang disepakati pengurus dan anggota Komite Sekolah, Andika menyatakan, bahwa itu yang keliru ketika Komite Sekolah membahas dan menyepakati jumlah uang yang harus dipungut ke orang tua siswa.
Menurut dia, rapat komite sejatinya membahas program-program yang harus dilakukan dalam rangka mendukung proses pendidikan di sekolah. Jika program yang akan dilakukan memiliki konsekuensi biaya maka Komite Sekolah membicarakan bagaimana cara penggalangan dananya.
“Sebelum penggalangan dana, Komite Sekolah harus membuat proposal terlebih dahulu. Penggalangan dana bisa ke orang tua siswa sesuai kerelaan masing-masing, atau bisa juga dari pihak luar yang peduli dengan sekolah,” jelasnya.
Untuk itu, diharapkan Tim Saber Pungli Lampung memberikan peringatan kepada pihak sekolah untuk menghentikan pungutan yang terjadi.
“Tapi kalau misalnya pungutan tersebut terus dilakukan berulang-ulang, nanti kita akan koordinasi dengan Tim Saber Pungli. Nanti kita dorong ke kepolisian kalau pungutan ini tidak dihentikan. Supaya ada efek jera,” terangnya.
Terpisah, Kepala SMKN 1 Terbanggi Besar, Umi Tarsih saat dikonfirmasi terkait pemberitaan ini menyarankan untuk konfirmasi ke kuasa hukum.
“Silahkan hubungi kuasa hukum kami,” katanya saar dihubungi Tipikornews.online, minggu (5/3/2023). (Tim)