TINTANFORMASI.COM, TULANG BAWANG — Warga masyarakat Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) dan Tulang Bawang Barat (Tubaba) yang berdomisili di sekitar kawasan tanaman tebu dengan luas ribuan hektare milik PT Sweet Indo Lampung (SIL), saat ini benar-benar resah.
Karena pola panen tebu dengan sistem pembakaran yang diatur dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tebu, yang dikeluarkan Gubernur Arinal Djunaidi pada 18 Mei 2020, dipastikan berdampak negatif bagi kesehatan warga masyarakat sekitar.
Seperti video yang viral sejak Rabu (13/9/2023) pagi, tampak kobaran api demikian besar bukan hanya di tengah perkebunan tebu, namun juga sampai tepian jalan.
Pun kobaran api demikian cepat melalap pohon tebu yang ada, akibat kencangnya angin. Bila menilik dari tayangan video yang viral di jagad maya tersebut, diperkirakan pembakaran dilaksanakan pada siang hari menjelang petang.
Bisa dipastikan, pola panen tebu dengan metode pembakaran ini telah menimbulkan polusi yang tidak terkendali, melahirkan pencemaran udara dalam radius yang cukup jauh, dan mengancam warga akan serangan penyakit ISPA.
Menurut seorang warga setempat, kegiatan panen berpola pembakaran oleh PT SIL telah beberapa kali dilakukan dan membawa dampak negatif bagi warga sekitar.
“Bukan hanya membuat rumah kotor karena debu bekas pohon tebunya saja, tetapi juga setiap habis panen dengan sistem pembakaran seperti sekarang ini, banyak warga yang diserang penyakit. Mulai dari batuk hingga gangguan pernafasan atau ISPA,” kata warga yang keberatan dituliskan namanya karena takut didatangi security PT SIL akibat namanya ditulis di media.
Ditambahkan, sebenarnya masalah ini telah disampaikan kepada beberapa pihak terkait. Agar Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 sebagai dasar pelaksanaan panen tebu berpola pembakaran, dapat dicabut. Karena fakta di lapangan, selain mencemari lingkungan, juga membuat banyak warga terserang penyakit.
“Tapi semuà upaya kami belum berhasil. Saat ini beberapa tokoh masyarakat akan mengirim surat ke Presiden, Menko Perekonomian, juga kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, yang intinya meminta agar pola panen tebu dengan pembakaran ini dihentikan. Tentunya Gubernur juga mau mencabut pergubnya,” tutur warga berusia 50 tahunan itu.
Benarkah Pergub 33/2020 sebagai biang terjadinya pencemaran udara di wilayah perkebunan tebu saat panen dengan pola pembakaran yang berdampak pada banyaknya warga terkena penyakit ISPA? Bila menelaah isi pergub teŕsebut, sesungguhnya cukup baik dan tersistem pola pelaksanaannya. Seperti pada pasal 5 ayat (3) metode tertentu yang dimaksud ayat (2) huruf d merupakan pemanenan tebu dengan metode pembakaran yang dilakukan secara terencana dan terkendali.
Pada lampirannya, Pergub 33/2020 juga dengan terinci mengatur standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan pemanenan tebu dengan metòde pembakaran terencana dan terkendali. Hal ini dimulai dengan identifikasi area sensitif terhadap api, asap dan abu, seperti bangunan, area publik serta instalasi listrik dan gas. Menutup sementara atau pengalihan jalan pada petak yang akan dilakukan pembakaran.
Juga wajib mensiagakan satu unit kendaraan pemadam dengan minimal lima personiĺ.
Saat proses pembakaran, demikian lampiran Pergub 33/2020, harus meminimalkan bara, membatasi luas bakaran, memperhatikan arah dan kecepatan angin, juga memperhatikan waktu pembakaran.
Waktu untuk pelaksanaan panen tebu bermetode pembakaran ini pun telah ditentukan. Yaitu pada waktu basah atau selepas hujan, dilakukan pada jam 04.00 sampai 06.00. Dan malam hari pukul 18.30 sampai 22.00.
Sedang pada waktu cuaca kering atau musim kemarau, hanya dilakukan pada waktu Subuh yakni dari jam 04.00 sampai 06.00, dan tidak diperbolehkan dilaksanakan pada malam hari.
Namun jika menilik dari video yang viral, dimana saat ini merupakan musim kemarau, yang dilakukan oleh PT SIL jelas melanggar pergub. Karena dilaksanakan panen tebu dengan metode pembakaran, pada siang hari menjelang petang.
Langkah apa yang dilakukan Pemprov Lampung atas pelanggaran terhadap pergub yang senyatanya berdampak negatif pada lingkungan dan mengancam warga di dua kabupaten, terserang penyakit ISPA? Sayangnya, sampai berita ini diluncurkan belum didapat konfirmasi dari Plh Kadiskominfotik Lampung, Achmad Syaefullah.(***)