Tintainformasi.com, Pesisir Barat — Badasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor : 32B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 2 Mei 2024 atas sistim pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan Perundang-undangan Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2023, ditemukan berbagai persoalan.
Persoalan dimaksud diatas, dimulai dari penganggaran dan pemberian hibah yang tidak memadai dan ini terbukti dengan adanya penerima hibah di tahun 2022 maupun 2021 yang tetap memperoleh hibah pada tahun 2023. Juga ada 10 penerima hibah tahun 2022 yang kembali mendapatkan di tahun 2023 dengan masa pencairan pada bulan Desember 2023.
Pemkab Pesisir Barat pada tahun 2023 kemarin menganggarkan dana belanja hibah sebesar Rp 20.047.637.130,00, dan telah terealisasi Rp 18.696.975.801,00 atau 93,26% dari anggaran.
Hasil wawancara tim BPK dengan Kabid Kesra Sekretariat Daerah, Kabid Pemberdayaan Sosial Dinsos, dan Kabid Kepemudaan Dispora, diketahui bahwa proposal yang disampaikan calon penerima hibah hanya dilakukan pengecekan pada kelengkapan syarat administrasinya saja. Kemudian seluruh proposal yang masuk, diserahkan ke TAPD tanpa dilakukan evaluasi terhadap calon penerima yang sudah menerima bantuan hibah pada tahun sebelumnya.
Dengan pengakuan tersebut sangat nyata bahwa penganggaran hibah tidak berdasarkan evaluasi yang memadai pada tingkat OPD. Tidak terdapat proses verifikasi terhadap kriteria penerima hibah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan tidak dilakukan pengecekan terhadap data penerima hibah tahun-tahun sebelumnya.
Dan hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu tanggal 10 Januari tahun berikutnya, masih terdapat 43 penerima hibah yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPj)-nya, dengan nilai total sebesar Rp 1.042.750.000,00.
Sementara rincian 43 penerima dana hibah yang belum menyampaikan laporan tersebut adalah sebagai berikut :
— Disdikbud ada dua penerima hibah, dengan nilai Rp 180.000.000,00,
— Dinas Sosial juga dua penerima hibah, dengan nilai Rp 10.000.000,00,
— Dispora ada tiga penerima hibah yang membandel dengan nilai Rp 60.000.000,00,
— Kesbangpol satu penerima hibah dengan nilai Rp 148.750.000,00,
— Sekretariat Daerah ada 35 penerima hibah yang belum menyampaikan LPj dengan
nilai yang fantastis, yaitu Rp 644.000.000,00.
Dengan adanya persoalan ini, BPK RI Perwakilan Lampung menuliskan: Realisasi penggunaan dana hibah yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 1.042.750.000,00 tidak dapat diketahui kewajaran penggunaannya dan berisiko disalahgunakan.
Oleh karena itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Pesibar, Agus Istiqlal, agar memerintahkan Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dispora, Kepala Disdikbud, dan Kepala Badan Kesbangpol untuk meminta penerima hibah terkait segera mempertanggungjawabkan dana hibah sebesar Rp 1.042.750.000,00, dan apabila tidak dapat mempertanggungjawabkan agar diproses pengembaliannya ke kas daerah.
Sudahkah rekomendasi BPK tersebut dilakukan oleh Bupati Pesibar, Agus Istiqlal? Sayangnya, saat dimintai konfirmasi untuk kedua kalinya, nomor handphone media ini telah diblokir oleh sang bupati. Sehingga tidak dapat diketahui kejelasan keberadaan uang rakyat Pesibar Rp 1 miliaran tersebut saat ini.
Yang pasti, bukan hanya persoalan belanja hibah yang kacau-kacauan dalam realisasi dan pertanggungjawabannya. Mekanisme penganggaran dan pelaksanaan belanja bantuan sosial dengan realisasi Rp 6.869.436.800,00 dari anggaran Rp 7.517.000.000,00 pun penuh dengan praktik mencurigakan.
Misalnya, daftar nama dan alamat penerima bantuan sosial yang direncanakan kepada individu tidak dituangkan dalam penjabaran APBD TA 2023. Terkait kegiatan ini ada beberapa OPD yang terlibat, yaitu Dinas Sosial, Dinas PPPAKB, Dinas Transmigrasi, Tenaga Kerja, dan Perindustrian, serta Kecamatan Pesisir Tengah, dan Dinas Perhubungan.
Ironisnya lagi, proses evaluasi penerima bantuan sosial pada Dinas Sosial juga belum memadai. Hal ini mengakibatkan tidak sesuainya kenyataan bagi penerima bantuan. Dari konfirmasi kepada 23 penerima bantuan sosial, yaitu empat imam masjid, lima marbot, 10 guru ngaji di Kelurahan Pasar Krui dan Pasar Kota Krui, dan empat guru ngaji kabupaten, menyatakan, bahwa syarat pengajuan bantuan sosial yang diserahkan kepada Peratin berupa fotocopi KTP, fotocopi KK, fotocopi buku rekening, dan materai.
Setelah itu, penerima hanya menunggu dana ditransfer ke rekening. Dan, pihak Dinas Sosial tidak pernah melakukan konfirmasi kepada penerima untuk memastikan bila uang telah diterima.