Scroll untuk baca artikel
Lampung

Ternyata, Bukan Cuma DPP: Ada Lagi Dosen FH Unila ‘Beracara’

377
×

Ternyata, Bukan Cuma DPP: Ada Lagi Dosen FH Unila ‘Beracara’

Sebarkan artikel ini

Tintainformasi.com,  Lampung — Kepemimpinan di Fakultas Hukum (FH) Unila tampaknya memang tengah diuji. Utamanya dalam “menertibkan” tenaga pengajarnya untuk patuh pada ketentuan perundang-undangan selaku ASN.

Pasalnya, belum lagi aksi “bermainnya” DPP dalam urusan ganti rugi proyek Bendungan Margatiga, Lampung Timur, ditangani, terungkap fakta baru bila bukan hanya dosen itu saja yang “beracara”.

Scroll Untuk Baca Artikel
ADVERTISEMENT

Dosen FH Unila selain DPP yang diketahui berpraktik sebagai kuasa hukum adalah Dr. Satriya Prayoga, SH, MH. Pria kelahiran 23 Juni 1982 ini menjadi PH Cabup Pringsewu Adi Erlansyah saat menggugat KPU ke PT-TUN di Palembang, dan kabarnya juga di MK.

Benarkah dosen berkeahlian hukum administrasi negara itu “beracara”? Dikonfirmasi Sabtu (28/12/2024) pagi, Dr. Yoga -panggilan bekennya- tidak menampik.

Apakah dengan “beracara” tidak melanggar UU ASN? “Saya kan menjalankan tri dharma pendidikan. Selama tidak ada larangan, berarti boleh,” tegas Dr. Yoga sambil menambahkan dirinya sudah mengikuti PKPA dan lulus UPA.

Dikatakan oleh alumnus FH Unila strata 1 dan 2 dengan gelar Doktor dari Universitas Sriwijaya, Palembang, tahun 2023 itu, bahwa hukum acara sengketa pilkada benar-benar berbeda dengan hukum acara di pengadilan lainnya.

“Makanya diperlukan bagi masyarakat memahaminya dulu, seperti saya akademisi banyak-banyak mendalami dan memperbaikinya. Nanti kalau sudah sempurna sistem acaranya, baru dipublikasi,” tuturnya lagi melalui pesan WhatsApp.

Guna meyakinkan bahwa langkahnya “beracara” tersebut tidak “disalahkan”, Dr. Yoga menguraikan pasal 8 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan, yang ditetapkan pada 28 Oktober 2016.

Pasal 8 ayat (3) tersebut menyatakan: Selain didampingi atau diwakili oleh advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termohon dapat didampingi atau diwakili: a. jaksa pengacara negara, atau; b. pihak yang memiliki wewenang untuk mewakili atau mendampingi termohon dalam penyelesaian sengketa pemilihan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; berdasarkan surat kuasa khusus.

Ia juga mengutip pernyataan Hakim Agung Suhartoyo, bahwa kuasa hukum dalam persidangan MK tidak harus advokat. Esensinya adalah memberi kemudahan pada access to justice kepada masyarakat yang memang tidak mampu untuk membayar advokat, sepanjang yang bersangkutan menguasai dengan baik hukum acara MK.

Penegasan Dr. Satriya Prayoga, SH, MH, bahwa langkahnya beracara bukanlah sebuah pelanggaran, sayangnya belum mendapat tanggapan dari Dekan FH Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS.

Namun sebelumnya, terkait “bermainnya” DPP selaku kuasa hukum dalam urusan ganti rugi pembangunan Bendungan Margatiga, Dr. M. Fakih, menyatakan:

“Fakultas tidak pernah mengeluarkan izin kepada dosen siapapun untuk bertindak sebagai pengacara atau kuasa hukum, karena memang dilarang oleh undang-undang, sebabnya ya status dosen sebagai ASN.”

Adanya dosen FH Unila yang “beracara”, juga mendapat perhatian dari pakar hukum tata negara dan pemerintahan, Dr. Wendy Melfa.

“Tidak boleh seseorang berstatus ASN apalagi dosen Fakultas Hukum berpraktik sebagai kuasa hukum secara umum begitu, terkecuali melalui izin pimpinan fakultas. Itu pun hanya untuk menangani case tertentu,” kata Wendy Melfa, Kamis (26/12/2024) lalu.

Bagi Wendy Melfa -yang juga jebolan FH Unila-, kasus yang melilit DPP merupakan momentum tepat bagi pimpinan fakultas dan universitas untuk menertibkan oknum dosen berstatus ASN yang ditengarai masih melakukan praktik-praktik penanganan case sebagaimana layaknya advokat umum beracara tanpa izin pimpinan. (Team.red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *