TintaInformasi.com,Bandar Lampung–Lagi lagi mega proyek pembangunan pengamanan pantai Kalianda (breakwater) Lampung Selatan mendapatkan sorotan.
Salah satu tokoh di Lampung Selatan menyebut, lantaran diburu target, PT. Surya Citra Wira Adi Kencana selaku pelaksana proyek nasional (Pronas) konstruksi Tanggul Pengaman di Pesisir Pantai Lampung Selatan diduga menggunakan sejumlah material tidak sesuai spesifikasi.
Kali ini, Masyarakat Pemantau Pembangunan dan Pemerintahan Lampung (MP3L) juga menyoroti pelaksanaan proyek Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu, yang seolah-olah sulit disentuh hukum, terkait indikasi sejumlah rekanan yang janggal.
Saiful, selaku ketua MP3L, melalui sambunga telepon WhatsApp, Kamis siang (24/11/2022) menjelaskan, sudah hampir tiga tahun ini proyek itu berjalan dan sudah hampir selesai. Dan saya terus ikut memantau bersama rekan di sana (Kalianda, red). “Tinggal menunggu info baru, jika ditemukan.” Kerugian negara” diproyek tsb kita bergerak,” ujar dia.
Diakatakannya, proyek pengaman pantai itu dibuat pasca terjadinya tsunami 2019 lalu.
“Sejak 2020 dibuat oleh Menteri PUPR dan masuk PSN ( proyek strategis nasional) seolah-olah tdk bisa disentuh hukum (unthouchable). Tapi Sayangnya mereka PUPR via Asdatun yang mewakili MOU dg BBWSMS Lampung. Sepertinya tutup mata,” paparnya.
Sebelumnya sambung dia, pihak Walhi sudah teriak, tapi ada kelompok tertentu yang mendukung proyek yang kurang tertib itu.
Proyek via PUPR yang dilaksanakan JARINGAN SUMBER AIR MESUJI-SEKAMPUNG, tidak menenderkan konsultan pelaksana proyek.
Hanya oleh staf Balai saja yang jadi pengawas dan pencari pekerja sekaligus pengadaan material batu besar (bolder). Dan kasus ini tetap kita kawal sampai ke Jamwas Kejagung agar Kejatinya disentil.
“Ini merugikan negara, dimana ada salah satu pemenang tendernya berani turun harga antara 25-30 Milyar,” terangnya.
Ironisnya lagi, Kementrian ESDM telah mencabut beberapa izin penambang batu. Diduga sumber perusahaan tambang itu ilegal mining, tidak memiliki persyaratan yang cukup sebagai suplayer batu.
Selain sejumlah rekanan yang diduga tidak memenuhi persyaratan teknis lanjut Saiful, ada juga masalah adminsitrasi.
Misalnya, kebenaran alamat pemenang tender.
“Jadi semua proyek itukan adminstrasinya jangan bodong, jangan sampai di kerjakan oleh pihak ketiga yang tidak memiliki kejelasan,” timpalnya.
Ditahun 2020-2021-2022, pemenang pertama di Way Maja Kalianda pemenang tendernya beralamat di Aceh Timur. (Tidak jelas alamatnya).
Selanjutnya di Rajabasa Watkunjir juga ada dua perusahaan di Kecamatan Rajabasa dan Kecamatan Kalianda tahun untuk tender tahun 2020.
Jika merujuk pada MoU, sebagai pesan Kejagung. Maka antara Kejati sebagai Adendum setiap tender ataupun siapapun pemenangnya harus taat aturan.
“Jangan sampai ada pemenang yang bodong,” timplanya.
Nah, lantas bagaimana jika dalam perjalanan proyek kesini-kesinya (jelang finishing, red) justeru diduga CV-nya ilegal tidak ada izin dengan kabupaten kok bisa “ikutan”.
Contoh, proyek nilainya 90 milyar yang menang tender malah 60 milyar, “terjun 30 milyar’ gak masuk akal….Bahkan, pihak Pemda tidak dapat apa-apa,” cetusnya.
Masih menurfut Saiful, dalam pekerjaan proyek pembangunan pengamanan pantai Kalianda ini, balai besar ini tidak ada tender pengawas.
Bahkan kata dia, pengawasanya hanya staf yang didatangkan dari orang bala pengairan saja.
“Jadi pada kasus ini dalam artian bukan melanggar aturan pengadaan barang dan jasa saja. Sejatinya lamat perusahaan itu harus asli bukan palsu. Kerjasama Mou dengan kejati itu bukan untuk melanggar aturan tapi kerja sesuai aturan yang ada,”tandas Saiful.
Terpisah, pihak Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung (BBWS) melalui pimpinan proyek (Pimpro) kontruksi tanggul pengaman di pesisir Pantai Kalianda, Lampung Selatan, belum dapat dimintai tanggapan terkait pemberitaan ini. Meski dalam keadaan berdering, telepon WhatsApp pada No 0812-72-42-21….hingga Kamis petang (24/11/2022) tidak menjawab konfirmasi Bongkar Post. (red)