Tintainformasi.com, Lampung — Perilaku oknum dosen Fakultas Hukum (FH) Unila berinisial DPP yang diketahui “bermain” dalam urusan ganti rugi lahan Register 37 Way Kibang guna pembangunan Bendungan Margatiga, Lampung Timur, dan ditengarai telah menangguk dana Rp 3,4 miliar dari fee 15% yang diterimanya, serta tengah menghadapi dua kasus dugaan kriminal yang dilaporkan warga ke Polsek Sekampung juga ke Polres setempat, membuat para petinggi Universitas Lampung (Unila) geram.
Karena apapun dalihnya, yang dilakukan DPP -dengan status ASN dan tenaga pengajar di FH Unila- selama ini telah menorehkan citra negatif perguruan tinggi negeri terbaik di Lampung tersebut dimata publik.
Selepas Rektor Unila, Prof Lusmeilia Afriani, menegaskan akan segera memanggil DPP untuk dimintai keterangan terkait perilakunya, Dekan Fakultas Hukum (FH) Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS, membuka kartu soal apa yang dilakukan DPP dengan menjalankan profesi layaknya advokat.
“Fakultas tidak pernah mengeluarkan izin kepada dosen siapapun untuk bertindak sebagai pengacara atau kuasa hukum, karena memang dilarang oleh undang-undang, sebabnya ya status dosen sebagai ASN,” tutur Dekan FH Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS, Jum’at (27/12/2024) pagi.
Dengan pernyataan tersebut, secara tidak langsung Dekan FH Unila memberi penegasan bahwa apa yang dilakukan oknum dosen DPP dengan menjadi kuasa hukum warga terkait pembayaran ganti rugi pembangunan Bendungan Margatiga adalah ilegal dan senyatanya melanggar ketentuan perundang-undangan sebagai ASN.
Dengan dibukanya kartu DPP oleh atasannya langsung di FH Unila bahwa selama ini ia menjalankan dan atau mengaku sebagai advokat -kuasa hukum- adalah pelanggaran terhadap UU ASN, juga tidak pernah mendapat izin apapun dari atasan, maka tepat apa yang dilakukan oleh ES, warga Lamtim, yang melaporkan DPP ke Polres setempat dalam kasus dugaan penipuan dan pelanggaran terhadap UU Nomor: 18 Tahun 2003 tentang Profesi Advokat.
Untuk diketahui, ES melaporkan oknum dosen FH Unila, DPP, ke Polres Lamtim pada 20 Desember 2024 lalu. Yang tercatat dalam registrasi nomor: LP/B/300/XII/2024/SPKT/POLRES LAMTIM/POLDA LAMPUNG.
Diketahui juga, DPP pun dilaporkan warga ke Polsek Sekampung tanggal 16 Desember 2024, dengan nomor: LP/B/18/XII/2024/SPKT/POLSEK SEKAMPUNG/POLRES LAMTIM/POLDA LAMPUNG.
Terkait adanya dua kasus dugaan perbuatan kriminal oleh DPP yang dilaporkan warga tersebut, Dekan FH Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS, menyatakan, bahwa pihaknya sampai saat ini belum menerima laporan mengenai hal itu.
“Soal pelaporan ke pihak berwenang, sampai saat ini belum ada pengaduan atau laporan ke saya selaku Dekan secara resmi,” kata M. Fakih.
Dengan penegasan Dekan FH Unila, Dr. M. Fakih, SH, MS, dan Rektor Unila, Prof Lusmeilia Afriani, itu sekaligus menampik sejumlah rumor yang berkembang bahwa DPP selama ini begitu leluasa “bermain” sebagai kuasa hukum warga beberapa desa dalam urusan ganti rugi lahan untuk pembangunan Bendungan Margatiga karena “di-back up” oleh para petinggi Unila.
Mengenai keterlibatan DPP yang berstatus ASN dan tenaga pengajar di FH Unila sebagai kuasa hukum -atau berpraktik selaku lawyer-, pakar hukum tata negara dan pemerintahan, Dr. Wendy Melfa, menilai sebagai sebuah langkah yang keliru.
“Tidak boleh seseorang berstatus ASN apalagi dosen Fakultas Hukum berpraktik sebagai kuasa hukum secara umum begitu, terkecuali melalui izin pimpinan fakultas. Itu pun hanya untuk menangani case tertentu,” kata Wendy Melfa, Kamis (26/12/2024) siang.
Menanggapi penegasan Dekan FH Unila bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin kepada dosen siapapun untuk bertindak sebagai pengacara atau kuasa hukum karena melanggar UU ASN, Wendy Melfa menyatakan, apa yang dilakukan DPP diduga sebagai pelanggaran disiplin sebagai ASN.
Meski demikian, Wendi menilai, bukan berarti fee yang diterima atas jasa DPP sebagai ilegal. Tentu sepanjang tidak melanggar atau terdapat unsur-unsur melawan hukumnya.
Menurut Wendy Melfa, sesuai PP Nomor: 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS/ASN, terdapat tiga kategori sanksi, yaitu ringan, sedang, dan berat.
Sanksi apa yang layak dijatuhkan terhadap DPP? “Semuanya kembali kepada hasil pemeriksaan yang dilakukan pimpinan selaku atasannya,” kata Wendy Melfa, Jum’at (27/12/2024) siang, sambil menambahkan bahwa terhadap DPP berlaku asas presumtion of innicence (praduga tidak bersalah) sebelum diadakan pemeriksaan secara sah oleh pihak berwenang.
Bagi Wendy Melfa -yang juga jebolan FH Unila-, kasus yang melilit DPP ini merupakan momentum tepat bagi pimpinan fakultas dan universitas untuk menertibkan oknum dosen berstatus ASN yang ditengarai masih melakukan praktik-praktik penanganan case sebagaimana layaknya advokat umum beracara tanpa izin pimpinan.
Sementara, sebuah sumber Jum’at (27/12/2024) petang menyatakan, dalam waktu dekat DPP akan menjalani pemeriksaan oleh tim khusus yang dibentuk oleh fakultas dan universitas.
“Pimpinan baru mengetahui perilaku DPP setelah banyak media mengangkatnya. Kami apresiasi informasi yang diberikan. Dan semangat ‘bersih-bersih’ di fakultas maupun universitas tentu akan dilakukan. Bukan saja terkait aktivitasnya bertindak bagaikan advokat, namun juga persoalan pribadinya yang santer dikabarkan memiliki istri muda. Jadi, ada persoalan etika kepegawaian dan moralitas yang akan diperiksa nantinya,” kata sumber ini melalui telepon.
Bagaimana tanggapan oknum dosen FH Unila, DPP, atas keseriusan pimpinan lembaganya dalam menangani “pekerjaan sampingan” dan kabar ia telah menikah lagi secara diam-diam serta sang istri muda ikutserta dalam praktik memungut fee 15% kepada warga di Trisinar dan Mekar Mulyo, Lamtim? Sayangnya, oknum dosen bergelar sarjana hukum dan magister hukum itu belum berhasil dimintai konfirmasi hingga berita ini ditayangkan.
Mengacu pada dokumen perjanjian kerja sama penggunaan jasa hukum yang dilakukan DPP kepada warga Trisinar, Margatiga, secara nyata tertulis bahwa dirinya bertindak sebagai kuasa hukum dari Kantor Hukum Bayu Teguh Pranoto & Partners yang beralamat di Jln. Turi Raya Komplek Ruko Perum Al Zaitun Nomor: A1, Tanjung Senang, Bandar Lampung.
Diketahui, sejak Jum’at (27/12/2024) pagi, DPP didampingi anaknya, Bayu Teguh Pranoto, nyanggong didekat kantor BRI Metro. Karena warga Trisinar dan Trimulyo diagendakan akan mencairkan dana ganti rugi tahap kedua.
Namun, warga hanya mengurus administrasi saja dan memilih tidak mencairkan dananya saat itu. Warga yang didampingi PH lain, berdalih akan bermusyawarah dulu dengan keluarganya.
“DPP sama anaknya ada di warung dekat BRI. Biasanya dia sama istri mudanya langsung menggiring kami begitu pencairan dari BRI. Tapi hari ini dia hanya mantau dari warung saja, karena kami belum mencairkan dan didampingi pengacara,” kata seorang warga Trisinar melalui pesan WhatsApp. (Team.red)