Lampung Tengah , TintaInformasi.com – Sorotan tajam terhadap kinerja Komisi IV DPRD Kabupaten Lampung Tengah kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, desakan keras datang dari salah satu masyarakat Gunung Sugih, Hidayat, yang menilai bahwa komisi tersebut telah gagal menjalankan salah satu fungsi utama legislatif, yakni fungsi pengawasan. Hidayat bahkan secara terang-terangan meminta agar Ketua Komisi IV segera diganti karena dinilai tidak mampu memimpin dan mengarahkan kerja-kerja pengawasan yang efektif.
Pernyataan Hidayat ini dibenarkan oleh anggota Komisi IV dari Fraksi PKS, Sukarman, yang mengakui bahwa fungsi pengawasan komisi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia menduga bahwa Komisi IV telah “dikebiri”, sehingga tidak lagi memiliki daya kontrol terhadap mitra-mitra kerja di sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan.
“Fungsi pengawasan Komisi IV tidak berjalan. Oleh karena itu kita perlu duduk bersama,karena ada di komisi IV itu oknum yang bersebrangan pemikiran ?” ujar Sukarman saat dihubungi via whatsapp, Selasa, (15/4/2025).
Hidayat menambahkan, Komisi IV seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyikapi berbagai persoalan masyarakat, terutama di bidang pendidikan yang saat ini tengah mengalami carut-marut. Ia mengungkapkan adanya praktik jual beli buku di sekolah-sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum. Buku yang dijual dinilai tidak relevan dengan materi pembelajaran, sehingga siswa dirugikan secara akademis.
“Ada laporan dari orang tua murid, anak-anak mereka diminta membeli buku nyanyian atau aktivitas fisik, padahal saat ujian yang keluar adalah pelajaran inti seperti matematika dan IPA. Ini sudah tidak bisa ditolerir,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti dugaan komersialisasi yang terjadi di tubuh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Lampung Tengah. Hidayat menyebut ada indikasi kuat bahwa mengatasnamakan PGRI dijadikan ladang bisnis oleh oknum tertentu melalui praktik jual beli majalah yang mencatut nama Bupati Lampung Tengah.
“PGRI adalah organisasi profesi guru, bukan tempat mencari keuntungan pribadi. Jika ini benar, sangat memalukan,” sambungnya.
Kritik juga diarahkan pada pelayanan BPJS yang dinilai jauh dari harapan. Banyak masyarakat mengeluhkan sulitnya mendapatkan layanan kesehatan gratis karena status keaktifan BPJS mereka yang tidak terverifikasi. Hal ini dianggap sebagai kegagalan sistem yang seharusnya bisa dicegah melalui fungsi pengawasan DPRD.
“Banyak masyarakat ingin berobat tapi BPJS-nya tidak aktif, dan ini menjadi beban berat. Rakyat menderita, tapi Komisi IV seakan tutup mata. Di mana peran mereka?” ujar Hidayat.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa fungsi DPRD tidak hanya menyusun anggaran dan membuat peraturan daerah, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelayanan publik.
“Fungsi DPRD itu ada tiga: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Kalau hanya bisa membuat perda dan menyusun anggaran tapi tidak bisa mengawasi pelaksanaannya, ya sama saja bohong,” tambahnya.
Atas dasar berbagai persoalan tersebut, Hidayat mendesak agar pimpinan DPRD segera mengevaluasi kinerja Ketua Komisi IV. Ia menilai, jabatan itu seharusnya diisi oleh figur yang tegas, proaktif, dan memiliki keberanian membela kepentingan rakyat.
“Kalau memang tidak mampu memimpin, lebih baik mundur saja. Jangan hanya duduk diam sementara rakyat menjerit. Komisi IV harus diisi oleh orang yang benar-benar mau dan mampu bekerja untuk rakyat,” tutupnya.
Desakan ini menambah panjang daftar kritik terhadap DPRD Lampung Tengah, khususnya Komisi IV, yang dalam beberapa waktu terakhir dinilai kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat. Kini, publik menanti langkah konkret dari lembaga legislatif tersebut—apakah akan merespons desakan dengan evaluasi serius, atau justru terus membiarkan ketimpangan pelayanan publik terjadi tanpa pengawasan yang memadai.
(Team.redaksi.tinta)